Jurusan yang diambil saat kuliah kerap kali menentukan keberhasilan seseorang dalam pekerjaan. Keberhasilan dalam hal ini tentunya seputar posisi dan gaji tinggi.
Memang, pemegang gelar sarjana umumnya mendapatkan 84% lebih banyak daripada mereka yang hanya memiliki ijazah sekolah menengah. Hal ini berdasarkan temuan Pusat Pendidikan dan Tenaga Kerja Universitas Georgetown.
Namun, tak sedikit orang yang menyesali jurusan yang mereka ambil selama masa kuliah. Sialnya, penyesalan itu datang setelah mereka lulus dari perkuliahan.
Survei yang dilakukan ZipRecruiter terhadap lebih dari 1.500 lulusan perguruan tinggi yang sedang mencari pekerjaan membenarkan hal itu. Dilansir dari CNBC dalam survei itu, jurusan jurnalisme, sosiologi, komunikasi, dan pendidikan menempati teratas dalam daftar jurusan perguruan tinggi yang paling disesalkan.
Selanjutnya ada Seni, Marketing, Pendampingan Medis, Ilmu Politik dan Pemerintah, Biologi, dan Sastra/Bahasa Inggris.
Foto: Data: Jurusan Yang Paling Disesali (CNBC) Data: Jurusan Yang Paling Disesali (CNBC) |
Menurut ekonom utama ZipRecruiter, Sinem Buber, selama masa kuliah mereka memang tertarik pada bidang yang dipilih. Namun ketika lulus, mereka dihadapkan pada kenyataan soal keuangan.
“Ketika hampir tidak dapat membayar tagihan Anda, gaji Anda terasa menjadi lebih penting,” kata dia dikutip, Minggu (13/11/2022).
Secara keseluruhan, jurusan kuliah dengan bayaran tertinggi menghasilkan US$3,4 juta lebih banyak daripada jurusan dengan bayaran terendah. Adapun lulusan yang memasuki dunia kerja dengan prospek karier cemerlang dan gaji awal tinggi paling puas dengan bidang studi mereka.
Masih dalam survei ZipRecruiter, sangat sedikit lulusan jurusan ilmu komputer yang menyesali pilihan ini. Hal tersebut dilatarbelakangi karena gaji awal tahunan yang rata-rata hampir US$100.000.
Kemudian mahasiswa yang mengambil jurusan kriminologi, teknik, keperawatan, serta bisnis dan keuangan juga merasa sangat senang dengan pilihan mereka.
“Gaji masih yang paling penting. Tetapi keamanan pekerjaan sekarang menjadi lebih penting. Itu terjadi setiap kali kita memiliki ketakutan akan resesi,” ujar Buber.