Danantara dan era baru industri investasi di Indonesia

Danantara dan era baru industri investasi di Indonesia

Sejumlah karyawan mengobrol di depan Gedung Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Jakarta, Jumat (7/2/2025).

 Industri investasi di Indonesia saat ini tengah memasuki babak baru dengan rencana dibentuknya Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.

Presiden Prabowo Subianto, sebagaimana dikutip ANTARA mengungkapkan, Danantara adalah konsolidasi semua kekuatan ekonomi yang ada di kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Danantara yang merupakan singkatan dari Daya Anagata Nusantara memiliki makna sebagai energi atau kekuatan ekonomi melalui pengelolaan dana investasi dan kekayaan negara untuk masa depan Indonesia.

Landasan hukum utama pendirian Danantara adalah Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk membentuk lembaga pengelola investasi negara. Selanjutnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2021 tentang Lembaga Pengelola Investasi mengatur tentang struktur, tata kelola, dan mekanisme pengelolaan dana oleh Danantara.

Pembentukan Danantara sendiri tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN atau UU BUMN. Pengesahan RUU tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-12 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024/2025 tanggal 4 Februari 2025.

Dalam acara UOB Economic Outlook 2025 beberapa waktu lalu terungkap, total aset BUMN di Indonesia apabila diakumulasi nilainya mencapai 1 triliun dolar AS, atau60 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia.

Melalui leverage yang tepat pada pasar investasi, Indonesia memiliki peluang dan potensi besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Sehingga pembentukan Danantara diharapkan dapat mengoptimalkan aset-aset ini dan meningkatkan efisiensi investasi nasional.

Hasil riset terkait Sovereign Wealth Funds (SWF) and Long-Term Economic Growth yang dilakukan IMF pada 2020 juga menunjukkan bahwa SWF yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Latar belakang pendirian

Danantara sebagai superholding BUMN sudah sering disebutkan dalam kampanye Prabowo-Gibran Rakabuming pada saat Pilpres 2024 lalu. Bahkan, sebelumnya terdapat wacana perubahan Kementerian BUMN menjadi badan penerimaan negara sebagai transformasi kelembagaan.

Seiring perkembangannya, pendirian Danantara dilatarbelakangi oleh kebutuhan Indonesia untuk memiliki lembaga pengelola investasi yang profesional dan berkelas dunia.

Faktor-faktor yang mendorong pendirian Danantara antara lain kebutuhan diversifikasi sumber pendapatan negara. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun ketergantungan pada sektor migas dan pertambangan membuat perekonomian rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global.

Berdasarkan hal itu dana yang dikelola Danantara akan diinvestasikan ke dalam proyek-proyek yang berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor, seperti manufaktur canggih, produksi pangan, energi terbarukan, industri hilir, dan lain-lain.

Kemudian, peningkatan kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur membutuhkan dana yang besar. Danantara diharapkan dapat menjadi sumber pendanaan alternatif melalui investasi pada proyek-proyek strategis yang nantinya dapat berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen selama lima tahun ke depan.

Alasan lain adalah stabilitas ekonomi jangka panjang. Pengelolaan SWF olehDanantara dapat digunakan sebagai instrumen stabilisasi ekonomi, terutama dalam menghadapi gejolak pasar global melalui kegiatan investasi yang produktif, terutama menjadi penyeimbang atas investasi asing yang masih tertinggal.

Saat ini, menurut Tim Pakar Danantara, investasi asing di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Sejak kemerdekaan, rata-rata investasi asing di Indonesia tidak melebihi 100 dolar AS per kapita, jauh di bawah Vietnam yang mencapai 400 dolar AS per kapita.

Benchmarking dari berbagai negara

Untuk membangun Danantara sebagai pengelola dana investasi dunia, penting untuk mempelajari praktik terbaik dari berbagai negara yang telah sukses mengelola SWF dan superholding BUMN. Beberapa contoh negara yang telah menerapkannya yaitu Norwegia dengan Government Pension Fund Global serta Singapura dengan Temasek Holdings dan GIC.

SWF Norwegia dikenal dengan tata kelola yang transparan dan manajemen risiko yang ketat. Norwegia menerapkan prinsip ethical investment dengan menghindari investasi di sektor yang merusak lingkungan atau melanggar hak asasi manusia.

Temasek Holdings dan GIC di Singapura merupakan contoh sukses superholding yang mengelola portofolio investasi global. Temasek dikenal dengan fleksibilitasnya dalam berinvestasi di berbagai sektor, sementara GIC fokus pada investasi jangka panjang dengan manajemen risiko yang ketat.

Contoh lain adalah China (China Investment Corporation). CIC berhasil mengelola dana investasi negara dengan portofolio yang terdiversifikasi, termasuk investasi di infrastruktur global, teknologi, dan energi. CIC juga aktif dalam kemitraan strategis dengan investor global.

Di negara tetangga kita Malaysia ada Khazanah Nasional yang berperan sebagai superholding untuk mengelola aset strategis Malaysia, termasuk BUMN. Khazanah dikenal dengan pendekatan “active investing” yang melibatkan restrukturisasi dan transformasi perusahaan portofolio.

Uni Emirat Arab memiliki Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). ADIA merupakan salah satu SWF tertua dan terbesar di dunia, yang mengelola aset negara berbasis sumber daya minyak, dengan fokus investasi jangka panjang di sektor real estate, infrastruktur, dan teknologi.

Berdasarkan benchmarking tersebut, beberapa praktik terbaik yang dapat diadopsi oleh Danantara antara lain adalah tata kelola yang transparan dan akuntabel dengan menerapkan sistem pelaporan yang terbuka dan audit independen untuk membangun kepercayaan public; diversifikasi portofolio investasi dengan cara menginvestasikan dana di berbagai sektor dan wilayah geografis untuk mengurangi risiko, serta memperhatikan jangka waktu pengembalian Return on Investment (ROI); manajemen risiko yang ketat dengan mengembangkan sistem manajemen risiko yang komprehensif untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko investasi; dan investasi berkelanjutan (sustainable investment) melalui penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam keputusan investasi.

Bagi Indonesia, ada beberapa langkah yang direkomendasikan untuk membangun Danantara sebagai pengelola dana investasi dan superholding BUMN kelas dunia.

Pertama, meningkatkan kapasitas manajemen dengan melakukan proses rekrutmen dan mengembangkan tim manajemen yang kompeten dan berpengalaman di bidang investasi global.

Kedua, menerapkan prinsip tata kelola yang baik dengan memastikan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi menjadi prinsip utama dan dilaksanakan dalam pengelolaan dana.

Ketiga, membangun portofolio yang terdiversifikasi dengan menginvestasikan dana di berbagai sektor, termasuk infrastruktur, teknologi, dan energi terbarukan.

Keempat, mengadopsi prinsip investasi berkelanjutan melalui investasi berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam keputusan investasi.

Kelima, menjalin kemitraan strategis bersama dengan SWF global dan investor internasional untuk meningkatkan kapasitas dan jaringan kerja.

Dengan mengadopsi praktik terbaik dari berbagai negara dan memastikan kepatuhan terhadap aspek hukum yang berlaku, Danantara dapat menjadi lembaga pengelola investasi yang profesional, transparan, dan berkelas dunia.

Langkah-langkah strategis seperti meningkatkan kapasitas manajemen, menerapkan prinsip tata kelola yang baik, dan membangun portofolio yang terdiversifikasi akan menjadi kunci keberhasilan Danantara dalam mencapai tujuan yang diharapkan dari amanah regulasi yang dijalankannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*