
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono, berbicara kepada wartawan di Jakarta, 27 Februari 2025
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saat ini tengah menahan 14 warga negara Indonesia yang terkait dengan teroris asing (foreign terrorist fighters/FTF) yang dideportasi dari Turki tahun lalu.
Menurut Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono, ke-14 WNI tersebut dipulangkan dari Turki pada akhir tahun 2024 setelah aparat Turki menemukan mereka di dekat perbatasan saat hendak berangkat ke Suriah.
“Ini merupakan salah satu bentuk kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Turki untuk memulangkan WNI yang hendak berangkat ke Suriah,” kata Hartono saat peluncuran buku di Jakarta, Kamis.
Sekembalinya dari Turki, para WNI tersebut ditempatkan di lembaga pemasyarakatan khusus di Bogor, Jawa Barat, untuk menjalani berbagai asesmen, khususnya bagi perempuan dan anak, imbuhnya.
Asesmen tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan, evaluasi pendidikan, dan pemeriksaan kesehatan mental, lanjutnya.
Setelah asesmen dan profiling selesai, mereka akan menjalani pembinaan dan rehabilitasi dengan melibatkan pemerintah daerah, kata Hartono.
“Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah masing-masing. Kalau mereka dari Jawa Tengah, saya minta Pemda Jawa Tengah melakukan pembinaan,” jelasnya.
Ia mengatakan pembinaan ini merupakan bagian dari proses deradikalisasi.
Meski deradikalisasi biasanya menyasar tersangka, terdakwa, narapidana, narapidana, mantan narapidana, atau individu dan kelompok yang terpapar ideologi radikal dan teroris, BNPT juga fokus pada warga negara Indonesia yang tergabung dalam FTF.
Selain itu, BNPT juga menyelenggarakan balai latihan kerja untuk membekali mantan narapidana teroris dengan keterampilan yang akan membantu mereka berintegrasi kembali ke masyarakat, diterima, dan mencari nafkah setelah bebas.
“Langkah-langkah ini merupakan bagian dari upaya reintegrasi sosial yang kami berikan,” kata Hartono.
Sebagai bagian dari inisiatif deradikalisasi yang lebih luas, BNPT juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2024 untuk menutup sekitar 3.000 akun media sosial yang terkait dengan radikalisme.
Sebagian besar akun tersebut ditemukan di platform seperti Facebook, Telegram, dan lainnya.