Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian inflasi adalah kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang.
Sedangkan pengertian Inflasi seperti dikutip dari laman web Bank Indonesia adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia. BPS melakukan survei untuk mengumpulkan data harga dari berbagai macam barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi masyarakat. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat inflasi dengan membandingkan harga-harga saat survei yang dilakukan oleh BPS dengan periode sebelumnya.
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. Keempat, kestabilan harga memiliki peran penting dalam mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dalam berita resmi statistik yang dimuat di laman web Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, pada September 2024 terjadi inflasi year on year (y-on-y) Provinsi Sulawesi Barat sebesar 2,05 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,04. Inflasi tertinggi terjadi di Mamuju sebesar 2,19 persen dengan IHK sebesar 105,71 dan terendah terjadi di Kabupaten Majene sebesar 1,94 persen dengan IHK sebesar 106,24.
Inflasi y-on-y terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 3,49 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,56 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,31 persen.
Kemudian kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,50 persen; kelompok transportasi sebesar 0,35 persen; kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,29 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,10 persen; kelompok pendidikan sebesar 2,94 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 3,63 persen; dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 2,37 persen.
Penyumbang utama inflasi bulan September 2024 secara m-to-m adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil inflasi sebesar 0,25%. Komoditas penyumbang utama inflasi antara lain ikan cakalang, ikan layang, pisang, telur ayam ras, dan jeruk nipis.
Lantas apa peran Dana Desa dalam hubungannya dengan pengendalian inflasi di daerah?
Dana Desa Untuk Program Penguatan Ketahanan Pangan
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penyaluran, Dan Penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2024, menyebutkan bahwa pemerintah desa menganggarkan dan melaksanakan kegiatan prioritas yang bersumber dari Dana Desa yang terdiri atas Dana Desa yang Ditentukan Penggunaannya dan Dana Desa yang Tidak Ditentukan Penggunaannya.
Peraturan Menteri Keuangan itu menyebutkan, khususnya Dana Desa yang Ditentukan Penggunaannya, digunakan untuk: perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem dalam bentuk BLT desa paling banyak 25 persen; program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 persen; dan/atau program pencegahan dan penurunan stunting skala desa. Artinya, sesuai ketentuan desa diwajibkan untuk menganggarkan antara lain sedikitnya 20 persen untuk penguatan ketahanan pangan dan hewani.
Mengacu pada permendes, cakupan kegiatan penguatan ketahanan pangan sangat luas, antara lain untuk pengembangan usaha pertanian, perkebunan, perhutanan, peternakan dan/atau perikanan, meliputi pengadaan bibit atau benih; pemanfaatan lahan milik warga desa untuk kebun bibit atau benih; penyediaan pakan untuk peternakan dan/atau perikanan; pengolahan pupuk organik dan pengolahan hasil peternakan; dan lain-lain.
Selain itu, penguatan ketahanan pangan juga mencakup pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan desa dan pengembangan pertanian keluarga, pekarangan pangan lestari, hidroponik, atau bioponik.
Dengan demikian, dikaitkan dengan program pengendalian inflasi daerah, Dana Desa yang ditentukan penggunaannya bisa dimanfaatkan untuk mendukung beberapa kegiatan yang berhubungan erat dengan program seperti pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Kalau kita melihat kembali komoditas penyumbang utama inflasi bulan September 2024 di Provinsi Sulawesi Barat antara lain ikan cakalang, ikan layang, pisang, telur ayam ras, dan jeruk nipis, maka Dana Desa dengan tetap memegang prinsip akuntabilitas dan mengutamakan azas manfaat dapat digunakan untuk mengoptimalkan pengembangan usaha beberapa komoditas tadi dengan tujuan salah satunya dapat menyediakan bahan pangan murah.
Pada tahun 2024 ini, alokasi awal Dana Desa di wilayah Provinsi Sulawesi Barat sebesar Rp517 miliar. Dengan ketentuan minimal 20 persen, maka terdapat anggaran sedikitnya sebesar Rp103,4 miliar untuk program penguatan ketahanan pangan di wilayah Sulawesi Barat yang berasal dari Dana Desa.
Peran Pemerintah Daerah Melalui Dana Desa Dalam Pengendalian Inflasi
Agar penggunaan anggaran penguatan ketahanan pangan tersebut berjalan optimal, tentu saja diperlukan adanya arahan atau upaya mengkoordinasikan pemanfaatan Dana Desa oleh pemerintah daerah untuk mendukung program pengendalian inflasi.
Mengingat Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) selaku pembina desa tidak ada dalam TPID, maka agar dilaksanakan koordinasi antara Dinas Ketahanan Pangan (sebagai anggota TPID) dan DPMD beserta camat dan desa untuk mengorkestrasikan pemanfaatan Dana Desa ketahanan pangan.
Koordinasi ini juga dimaksudkan untuk mensinergikan program APBD dan Dana Desa serta harmonisasi anggaran untuk menghindari tumpang tindih pendanaan program ketahanan pangan.
Sejatinya, Dana Desa tidak saja dapat digunakan untuk mendukung program penanganan inflasi, tetapi juga untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Setidaknya ada dua kunci sukses agar pemanfaatan Dana Desa menjadi optimal, yaitu perencanaan yang baik dan kecepatan eksekusi.
Selama ini salah satu tantangan dalam pelaksanaan Dana Desa adalah lambatnya pencairan Dana Desa tahap awal, karena desa terlambat dalam pemenuhan dokumen syarat pencairan, terutama Peraturan Desa tentang APBDes.
Pada tahap berikutnya, isu yang dihadapi adalah lambatnya penyerapan belanja Dana Desa, di mana capaian persentase penyerapan pada nilai yang ditetapkan menjadi syarat utama pencairan. Sesuai amanat UU HKPD, kinerja belanja menjadi penilaian dan syarat dalam penyaluran Dana Desa, termasuk pencairan jenis transfer ke daerah (TKD) lainnya.
Menyadari pentingnya kecepatan penyerapan Dana Desa agar segera memberikan manfaat bagi masyarakat, mulai tahun 2024 pemerintah mengubah mekanisme penyaluran. Jika sebelumnya secara umum Dana Desa disalurkan dalam tiga tahap, pada tahun 2024 ini Dana Desa akan disalurkan dalam dua tahap.
Untuk itu, hal ini menjadi peluang bagi desa untuk bisa lebih memanfaatkan dana desa secara lebih cepat bagi kepentingan masyarakat. Bagi TPID di masing-masing daerah, nampaknya selain mengarahkan pemanfaatan anggaran penguatan ketahanan pangan, agar turut pula mendorong akselerasi pelaksanaan Dana Desa dan juga penyerapan belanja APBD.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah pemerintah daerah agar menyiapkan SDM pemerintah desa agar memiliki kompetensi yang memadai dalam pengelolaan anggaran desa. Termasuk melakukan monitoring dan evaluasi secara intensif agar pelaksanaan Dana Desa dapat berjalan sesuai koridor dan mencegah penyalahgunaan anggaran.