Tanaman ‘Ajaib’ Kratom Bisa Bikin RI Cuan Besar, Harganya Rp90 Juta/Kg

Tanaman Kratom. (Dok. Detikcom/Rachman)
Foto: Tanaman Kratom. (Dok. Detikcom/Rachman)

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mendorong hilirisasi atau pengembangan produk tanaman herbal kratom, yang digadang-gadang berpotensi memberikan keuntungan mencapai Rp90 juta per kilogram (Kg).

“Kratom kan sudah ditetapkan sebagai herbal ya di rapat kabinet. Dan punya potensial untuk produk, bukan hanya untuk industri makanan minuman atau F&B, tapi juga farmasi dan kesehatan. Nah, sayang sekali kalau dijual hanya dalam bentuk bahan mentah. Padahal bisa diproduksi sampai ke ekstraknya. Nah, ekstraknya tuh per hari ini seharga US$6.000 per kg atau sekitar Rp90 jutaan dengan asumsi dolar Rp15.000,” kata Teten saat ditemui di Kantor KemenkopUKM, baru-baru ini.

Apalagi, katanya, teknologi untuk alat produksi hilirisasi tersebut juga terbilang tidak mahal dan mudah didapat.

“Teknologi itu nggak sulit dan itu tidak mahal lah. Nanti kita akan coba sama-sama cari solusinya, apakah kita mau membangun rumah produksi bersama lagi, atau secara mandiri mereka akan dibangunkan itu. Selama ini yang memanfaatkan India sama Amerika,” ujarnya.

Teten mengatakan, untuk membangun satu pabrik hilirisasi pengolahan kratom menjadi ekstraksi sekitar Rp10 miliar, dengan harga alat produksi ekstraksi hanya sekitar Rp3,5 miliar.

“Ini gede banget potensinya. Ke Eropa dan Amerika gede banget. Kita juga ingin UMKM kita jangan itu-itu saja produknya. Kita ingin mengolah sumber daya alam kita, hasil perkebunan, hasil pertanian, atau komoditas laut itu kita hilirisasi. Supaya menjadi bahan setengah jadi untuk supply ke industri. Bahkan dari ekstrak itu nanti bisa dibikin misalnya industri minuman, energy drink gitu ya, kayak Krating Daeng itu bisa dari kratom,” tutur dia.

Teten memastikan tanaman herbal kratom aman dan tidak masuk ke dalam narkotika golongan I. Dia tidak menampik ihwal kratom yang sempat dilarang peredarannya di Amerika Serikat, namun itu bukan karena kratom termasuk narkotika, melainkan karena adanya bakteri E. Coli.

“Kratom aman. Bahkan DEA (Drug Enforcement Administration) nya pernah datang ke kami, di sini justru. Dari badan anti-drug Amerika. Memang pernah dilarang ke Amerika, tapi itu bukan alasan drug (narkorba), tapi ada bakteri E. Coli,” kata Teten.

Teten optimistis hilirisasi produk kratom dapat dilakukan, apalagi Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) sudah melakukan riset yang cukup mendalam. Dan ini bisa menjadi bahan baku bagi supply chain untuk industri farmasi, makanan dan minuman, serta sektor-sektor lainnya.

Dalam keterangan tertulis sebelumnya, Teten menyebut permintaan kratom di dunia sudah semakin besar. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor kratom selalu mengalami pertumbuhan dengan tren sebesar 15,92% per tahun, sejak 2019.

Salah satu negara tujuan ekspor utama kratom Indonesia adalah Amerika Serikat. Pada periode Januari-Mei 2023, porsi AS mencapai 4,86 juta dolar AS atau 66,30 persen dari total ekspor kratom Indonesia.

“Jangan sampai negara lain yang mengambil potensi besar dan keuntungan dari kratom ini,” kata MenkopUKM dalam keterangan tertulisnya.

Sementara itu, CEO Koperasi Koprabuh Indonesia, Yohanis Walean menyatakan bahwa produk Kratom sudah masuk kategori herbal dan legal ekspor yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

“Istilahnya adalah Emas Hijau, yang potensinya lebih besar dari sawit,” ucap Yohanis.

Penanaman kratom pun terbilang tidak rumit. “Kuncinya, harus yang dekat sumber air, daerah aliran sungai, rawa, dan tepi danau. Walaupun terendam banjir selama tiga bulan, pohon kratom tetap tumbuh bertahan,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*