Bursa saham China kompak meroket usai pemerintah negeri tirai bambu tersebut mengeluarkan stimulus besar-besaran.
Terpantau pada perdagangan kemarin Senin (30/9/2024) indeks Shanghai Composite China (SSEC) terbang 8,03%, sedangkan indeks Shenzhen China (SZSE) meroket 10,67%.
Bahkan indeks CSI, indeks pasar saham yang disesuaikan dengan kapitalisasi dan mengambang bebas di Shanghai Composite dan Shenzhen meroket 11,09% pada kemarin.
Jika diakumulasi dalam sepekan SSEC sudah terbang 21,37% dalam sepekan, sementara SZSE pada periode yang sama melonjak nyaris 30%.
Penguatan signifikan beberapa hari terakhir ini merespon pelaku pasar yang tampaknya takut kehilangan momentum dari guyuran stimulus jumbo pemerintah China, apalagi ini terjadi setelah pasar saham mengalami tren turun berbulan-bulan.
Stimulus tersebut dikeluarkan guna menyelamatkan kondisi ekonomi Tiongkok yang tengah lesu akibat dilanda kredit macet dari pengembang properti raksasa sampai perang dagang yang berkelanjutan dan efek berpindah-nya basis produksi ke negara lain.
Oleh karena itu, melalui Bank Sentral Tiongkok (PBoC) meluncurkan paket stimulus yang mencakup pemangkasan suku bunga, pembebasan uang tunai untuk bank-bank, serta dukungan likuiditas untuk pasar saham. Berikut rincian-nya :
1. Pemotongan GWM Perbankan, Bunga Bank Sentral, dan Suku Bunga KPR
Pelonggaran likuiditas pertama yang dilakukan pemerintah China adalah memangkas rasio cadangan wajib minimum (reserve requirement ratio/RRR) atau Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 0,5%, dari 10% menjadi 9,5%.
Likuiditas yang bisa diraih dari pemangkasan ini bisa mencapai CNY 1 triliun yang setara Rp2.617 triliun. Dengan pelonggaran ini, selisih dana yang tidak jadi disisihkan menjadi keuntungan bagi bank sehingga likuiditas bisa meningkat yang bisa digunakan untuk penyaluran kredit lebih ekspansif ke depan.
Sebagai informasi, GWM merupakan porsi dari tabungan dan deposito di bank yang wajib disisihkan dan ditempatkan di bank sentral. Dana tersebut fungsinya untuk cadangan jika ada penarikan massal yang bisa diambil di bank.
Selain itu, suku bunga acuan bank sentral juga dipangkas dari 1,7% menjadi 1,5% untuk meningkatkan likuiditas. Hal ini akan memberikan keringanan bagi bank lantaran beban simpanan yang relatif kecil.
Lebih lanjut, guna menggerakkan ekonomi dan menyelamatkan sektor properti, China juga memangkas suku bunga KPR menggunakan Loan Prime Rate (LPR) dari 3,95% menjadi 3,85%.
Penurunan suku bunga KPR juga tidak hanya berlaku untuk pinjaman baru, tetapi juga ke program cicilan yang sedang berjalan. Di sini masyarakat yang punya pinjaman perumahan tentu akan diuntungkan karena porsi bayar cicilan akan berkurang.
2. Stimulus untuk Stabilisasi Pasar Saham
Stimulus berikutnya mengalir untuk stabilitasi pasar saham di mana bank sentral China memberikan fasilitas swap (pinjaman) kepada investor institusi seperti broker, asuransi, danan pensiun, reksa dana atau aset manajemen sebanyak CNY 500 miliar, ini setara dengan Rp1.308 triliun.
Pinjaman juga disediakan untuk perbankan yang mau menyalurkan ke perusahaan untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham mereka senilai CNY 300 miliar, setara Rp785 triliun.
3. Peluncuran Special Bond CNY 2 Triliun
Berikutnya, dari sisi pemerintah juga berencana menerbitkan special bond senilai CNY 2 triliun atau setara Rp4.286 triliun.
Dari nilai tersebut, sekitar 50% akan digunakan untuk bantuan sosial, subsidi barang konsumer, peremajaan peralatan, dan tunjangan per bulan per anak CNY 800 atau sekitar Rp 1.6 juta) untuk keluarga dengan dua anak atau lebih.
Sebagaimana kita tahu, saat ini China sedang mengalami masalah internal seperti negara maju lain di mana penuaan penduduk terjadi lebih cepat dibandingkan angka kelahiran.
Kemudian, 50% dari dana obligasi akan disalurkan untuk pemerintah daerah yang sedang kesulitan keuangan akibat perlambatan sektor properti.
Efek dari stimulus ini secara keseluruhan berpotensi bisa menggerakan perekonomian China, sehingga bisa mengangkat Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 0,4%.